28 Oktober 2011

Pelaku Sejarah Telekomunikasi YBJ6

Adjas Baheram, SH
Tubuhnya tinggi besar dan tegap, melebihi ukuran umum bagi orang Indonesia. Itulah Adjas baheram yang dilahirkan di Bukiktinggi pada tanggal 29 Nopember 1924, ayahnya pensiunan Jawatan Kereta Api yang bernama Tulis Sutan Baheram gelar datuak nan ingek. Setelah tamat HIS 1938 dan MULO 1941 ia tdk melanjutkan sekolah ke jawa, mengingat situasi politik saat itu sedang panas.
Untuk mencari nafkahnya ia mengajar di HIS( Horlan Soekandar Instituut )di padang, pada jaman jepang ia pindah pekerjaan menjadi polisi Udara jepang ( Nanko Keibitai ) dilapangan udara Tabiang ( 1942-1943) Namun mulai 1 Pebruari 1943 ia mulai bekerja di jawatan PTT dan mengikuti Tsusin Gakko ( sekolah PTT/Kursus Radio Telegrafis  Jepang ) di Bukiktinggi.
Sebagai lulusan Tsusin gakko ia mahir mengetok kunci telegram dan ditempatkan di kantor telegraph di Bukiktinggi sebagai operator radio. Dikantornya ia mengalami dan mengamati arus revolui sejak tibanya berita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia tanggal 17 agustus 1945 di Bukiktinggi yang membawa sejumlah perubahan.
Perubahan terjadi sejak belanda melancarkan agresinya yang pertama,pendatang baru  yg  terdiri dari para pejabat tinggi Sejalan dengan perubahan status kota Bukiktinggi menjadi ibukota propinsi sumatera, menyusul pula para pejabat tinggi baik sipil maupun militer dari jawa.. yang mengungsi dari Padang, sumatera timur dan daerah lain .
Kalau Jogya karta merupakan ibu kota RI , maka Bukiktinggi  makin berkembang sebagai ibukota sumatera yang dilengkapi dengan beberapa komandemen dan aparatur Negara lainnya, sipil dan militer
PTT bukittinggi sendiri sudah lama mengalami perubahan dan kemajuan sejak jaman jepang, instansi ini telah naik tingkat menjadi kantor pusat PTT RI sebagai cabang pusat dari kantor pusat PTT di Bandung ( yang kemudian hijrah ke Jogyakarta ).
Tanggal 19 Desember 1948 Adjas masuk kantor seperti biasa dan tdk mempunyai firasat apapun, regu dinas pagi yang bertugas di kantor Bukiktinggi  sudah siap mengahdapi pesawatnya masing masing, pemancar sdh hidup sebelumnya, hubungan langsung dengan stasiun lawan ( menurut jadwal ) di Sumatera dan Jawa segera diadakan, begitu kontak perhubungan diperoleh dengan stasiun Jogja serta merta Bukiktinggi di suruh “stand by”, menyusul nota yang berbunyi : "Pagi ini, waktu dinihari lapangan terbang Maguwo telah di bom oleh pihak belanda, kita telah berada dalam keadaan perang.beritahu semua kantor, selamat berjuang….”
Kalimat terakhir itu belum sampai selesai , tiba tiba pesawat mustang belanda menyerang Bukiktinggi dengan menjatuhkan bom pertama yang mengenai lapangan terbang Gaduik, komandemen yang terletak di tengah kota, pemancar RRI, pemancar PTT di garegeh dan tarok, perhubungan angkatan darat dekat rumah sakit umum dan akhirnya juga kantor Telegrap. Namun Tuhan masih melindungi mereka beberapa roket yang ditujukan ke kantor telegrap tidak mencapai sasaran dan menjatuhi rumah seorang perwira di sebelah, suasana kota berubah menjadi kacau masing masing mencari perlindungan sedapatnya.namun merekan yang bertugas masih duduk di depan pesawatnya masing masing , mereka masih sempat memberitahu kantor lawan bahwa Bukiktinggi telah di bom Belanda pagi itu dan pemancar Bukiktinggi mungkin tidak akan mengudara menurut jadwal waktu lagi, meskipun demikian stasiun radio yang biasa berhubungan dengan bukittinggi diminta agar tetap mengadakan observasi terhadap pemancar Bukiktinggi.
Hingga jam 10.00 melayani pesawat. Kemudian datang serangan udara  ke dua. Pada saat itulah mereka meninggalkan kantor setelah ada instruksi supaya mereka mencari perlindungan.
Malam harinya beberapa operator mendapat tugas khusus regu teknik di tugasi lebih dahulu untuk mengeluarkan sebuah pemancar dari stasiun radio. Para operator akan segera mengikutinya dengan mobil yang akan mengambil mereka “kemana?” Tanya mereka “ Destination  unknown !” jawaban yang terdengar.mereka tdk sempat berpamitan pada orang tua dengan berkendaraan satu truk dan satu pickup, barisan operator memulai perjalanan untuk perang gerilya, dengan bersenjatakan satu unit pesawat pemancar radio, kemana tujuan dan untuk berapa lama tidak diketahui.
Diatas mobil mereka menerima instruksi apa yang harus dilakukan sedapat mungkin mereka mengikuti perangkat pemerintah yg juga telah siap siap untuk menghadapi segala kemungkinan.
Pada tanggal 30 desember 1948 dini hari mereka tiba di perkebunan  teh  Halaban 45 km dari Bukiktinggi , segera mereka mencari tempat istirahat, siang itu unit stasiun radio disiapkan,sore itu menurut jadwal waktu yang ditentukan, YBJ-6 dapat berhubungan dengan beberapa  kantor lain.
Hari itu mereka dikejutkan dengan kedatangan rombongan PHB komandemen, yang karena tidak membawa peralatan lengkap, ingin menyerahkan pemancar kepada rombongan YBJ -6.
Sementara itu Belanda benar benar meneruskan serbuanya ke Bukiktinggi dan kota lainnya, tentara piet hein ternyaan dengan pesawat amphibi di danau singkarak, terus ke padangpanjang dan dalam tempo 2 hari Bukittinggi  telah diduduki Belanda. Kekuatan persenjataan kita yang dipusatkan di Lembah Anai terkecoh dengan siasat ini.
Hanya 2 hari YBJ-6 bertahan di Halaban, mengingat halaban adalah daerah perkebunan dan kemungkinan akan di kuasai kembali oleh belanda, di putuskan untuk membongkar kembali instalasi  pemancar dan di pindahkan ketempat yang lebih aman, yang jauh ke pedalaman, perjalanan diteruskan ke Lintau 50 Km dari payakumbuh, selanjutnya di lanjutkan dengan berjalan kaki, di Lintau kembali pemancar di pasang kembali, pembagian tugas penjagaan dan segala sesuatu mengenai pelaksanaan operasional diatur. Adjas baheram mengkonsolidasikan perhubungan telegrap dengan  beberapa kantor di sumatera yang tdk teratur lagi . Rombongan YBJ-6 yang resmi terdiri dari 15 orang antara lain terdiri dari  regu teknik 6 orang, regu operasi 4 orang, seksi siaran 2 orang dan pembantu 2 orang. Dalam rombongan ini ada  pula 2 “code officer” dari AURI yang diperbantukan : Omu I Wurjono dan Omu III Murchipto, kedua petugas ini sejak Halaban ikut menggabungkan diiri.
Selama di Halaban rombongan  YBJ6 masih  merasa di kalangan keluarga sendiri, penduduk nagari amat ramah  dan suka member pertolongan  apa saja baik pemondokan maupun makanan, pada hari pertama tidak dirasakan suasana perang , mereka bekerja secara rutin dan menurut jadwal waktu sore dan malam saja., mula mula diadakan pertukaran berita mengenai situasi front dan instruksi pemerintah pusat di sumatera yang sejauh diketahui berada di sebelah selatan Muarolabuah. Disiarkan pula berita  dengan merelay siaran RI yang masih utuh, siaran dari Jawa  dan pemancar radio pemberontakan Bung Tomo, ketika itu dapat disimpulkan bahwa Jogjakarta sudah jatuh, sebagan pemimpin Indonesia telah tertangkap Belanda.Namun demikian panglima besar Soedirman beserta staf dapat meneruskan perjuangan dengan bergerilya di pedalaman. RVD Belanda secara teratur menjalankan propaganda  bahwa pemerintahan Indonesia sudah tidak ada lagi. Karena presiden Soekarno dan  sebagian besar anggota kabinetnya sudah ditawan. Aksi politional sudah berhasil di jalankan dengan baik, keamanan dan ketentraman telah pulih kembali, penghidupan biasa telah berjalan dengan teratur lagi. Republik Indonesia sudah tidak ada lagi.
Namun, tepat pada saatnya , yaitu ketika para anggota pemerintah  pusat RI di Jogjakarta di tawan, berkumandanglah melalui alat komunikasi yang ada di bawah kekuasaan RI di sumatera pada waktu itu ( antara lain melalui pemancar PTTR YBJ6 ), bahwa pemerintah Darurat Republik Indonesia, disingkat PDRI, telah terbentuk di Sumatera, lengkap dengan susunan cabinet dan para mentrinya. Pembentukannya tidak terjadi di istana Negara ,tetapi jauah di pedalaman Sumatera di tengah hutan belantara. Sempat juga pemancar Telegraphi  YBJ6 saat itu di ubah menjadi pemancar untuk menangkal propaganda Belanda.
Pemerintah Darurat RI adalah pemerintah yang syah di Negara Indonesia sendiri, bukan pemerintahan pelarian atau pemerintahan dalam “assyl” .PDRI terbentuk dengan mandate presiden Soekarno dan wakil presiden Moh.Hatta pada tanggal 19 Desember 1948, sebelum masa kedua pemimpin itu di tawan. Pemancar YBJ6 menjadi pemancar resmi PDRI yang menyalurkan segala instruksi dan perintah di samping pekerjaan rutin PTTRI dan tugas kewajiban menembus blockade perhubungan ( termasuk telekomunikasi ) di dalam dan di luar negeri. Pemancar PTTRI ini type Lab.zender berkekuatan 160 watt dan berfrequency 9076 Khz. Diragukan aakah dapat menembus luar negeri khususnya New Delhi India.
Mengingat di New Delhi ada perwakilan Indonesia tempat Dr.Soedarsono, selama percobaan di Bukittinggi pemancar ini tidak pernah dapat berhubungan dengan New Delhi, sementara YBJ6 pindah dari Lintau, karena pertimbangan keamanan . dari sinilah perjuangan yang sebenarnya  dimulai .
Ketika itu Adjas Baheram bertugas sebagai kepala perhubungan yang membawahi beberapa operator radio, antara lain : M.Hosen dan Aladin, mereka harus mobil. Bukan berarti pindah secara mudah. Tim YBJ6 terpaksa menggotong gotong perangkat yang beratnya tidak kurang dari 750 Kg, dan harus berjalan kaki siang malam, arah tidak menentu asal masuk hutan di pedalaman asal jauah dari lalu lintas manusia.
Kota yang terdekat dengan pemancar adalah  Batusangka, dalam keadaan letih tim sampai di tengah padang suatu daerah yang masih termasuk wilayah Lintau-Buo, untung berkat bantuan masyarakat beban pemancar yang ¾ ton itu ( belum termasuk Genset dan alat alat teknik lainnya ) berhasil diangkut dengan selamat, rakyatlah yang jadi malaikat penyelamat dalam perjuangan ini.
Sesampai di lokasi yang dituju pesawat lagsung di pasang, dan dihidupkan , antenna di rentang antara dua pucuk pohon kelapa, pada saat itu stasiun lawan muncul : “Zcw, zok dimana kini “ Tanya stasiun lawan, jawan yang diberikan  tak lain “ biasa di tempat ”. Istilah di tempat itu betul betul unik, tiap instansi , tiap orang, tiap surat yang di bawa kurir berindikasi : “ Tempat, tgl……. “.
Perjuangan mulai serius, jika sebelumnya masih terasa seperti piknik bagi sebagaian anggota yang masih muda, rute perjalanan  kemudian makin di bayangi kesulitan kemungkinan di sergap Belanda. Tidak ada perbekalan  sementara uang URIPS sudah lama habis , meski demikian Adjas Baheram yang merangkap menjadi juru masak harus menyediakan catu makanan untuk 15  orang anggota  dengan takaran setengah batok kelapa nasi setiap orang, sebelumnya beras harus di usahakan dengan berbagai jalan diplomasi, minta bantuan terus menerus pada camat dan wali nagari setempat sudah tidak enak, walau mereka secara aturan harus menyerahkan 10 % dari hasil pungutan yang merupakan iyuran wajib, waktu itu kesempatan baginya untuk mencari makanan adalah pagi hari karena pemancar tidak hidup, mengingat pesawat mustang Belanda patroli terus .
“Iduik Baraka mati baiman”, itulah semboyan hidup yang harus di pakai saat itu, dalam keadaan sulit manusia harus menggukan akal budinya, pandai pandai membawa diri, dengan menyesuaikan diri dengan masyarakat.Akhirnya jerih payah mereka  menghasilkan buah yang di harapkan, berhari hari mereka  bergilir menhimbau di udara dengan ketokan :
To chief of vwx2
Rri ybtl
Pse be kind to abserve our x- mitters ybj6 rpt ybj6 and ybjx rpt ybx quote operating respectively on the wavel of 9075 kc and 8500 kc rpt 8500 kc comma daily on the air at 1700 hours Indian standard time stop hopping to have communication with us fullstop
=chief of ybj6=adjas b
Setelah seminggu tak jemu jemu melakukan zth keying, istilah telegraphnya, pada suatu sore yang cerah tanda morse yang keluar dari pesawat penerima terbaca :
“Ybj6 de vwx2 relay reports ybj6 beard now cma getting faster cma remain callsign”
Adjas Baheram segera menyusun jawabannya.:
=to chief of vwx2 new delhi=
Today 17th January 1949 vwx2 heard comma greatly pleased with your cooperation to have comma with ybj6 daily at 12.30 gmt stop yr brc received fullstop chief of ybj6 = adsb
Betapa gembira mereka saat itu Tuhan telah member karunia begitu besar dalam perjuangan kemerdekaan ini. Hubungan dengan New Delhi yang sebelumnya tak pernah terwujud, tiba tiba muncul panggilan , kontak itu terjadi menjelang “ Asia Conference “ pada tanggal 21 Januari 1949 dengan promotor Pandit Jawaharlal Nehru. Saat itu paling tepat untuk menyalurkan semua revolusi  dan informasi ke luar negeri.
Adjas Baheram tidak peduli bahwa YBJ6 melanggar IFRB iapun mengajukan jadwal waktu begitu saja kepada VWX2 India, tanpa banyak pikir, tetapi kenyataannya bahwa YBJ6 mendapat pelayanan , keberhasilan ini segera di beritahu dengan telegraph kepada PDRI yang menunggu dengan penuh harapan. PDRI ketika itu menghadapi masalah penunjukan dan pengangkatan salah seorang pejabat Indonesia ( Mr Maramis ) yang berada di lake Succes, supaya bertindak penuh sebagai mentri luar negri untuk memperjuangkan Indonesia di forum internasional. Dengan terjalinan hubungan telegraph radio dengan India itu, masalah pelik itu dapat di pecahkan .PDRI segera mengirim telegram pengangkatan Mr.Maramis menjadi menlu melalui Dr.Sudarsono di India tanggal 19 Januari 1949 sebagai berikut :
Zz nr 085 19/1 14:30=
=dr maramis trought dr sudarsono indon representative new delhi= nr 22/pdri date January 19th 1949 stop we herewith inform you that provisional gonernment you are appointed minister of foreign affairs stop in that quality you are fully empowered by our government to represent her in all matters concerring foreign affairs stop we hope are willing to accept this appointment stop further please try to get continually in contack with us and to inform us all important matters full stop chief of the provisional government of the rep if indon dr.s.prawiranegara
Disamping telegram itu juga PDRI mengirim juga nota politik berisi sikap Indonesia pada forum “Asia Conference” pertama.
Telegram itu mencapai sasaran Mr.Maramis yang diangkatmenjadi menlu RI pada tanggal 25 Januari 1949 berbicara di corong all India Radio kepada rakyat Indonesia , dan menyampaikan terima kasih kepada  PM Pandit jawahalral Nehru kepada PDRI atas sambutan berupa nota politik pada konfrensi  Asia.
Adjas Baheram sebagai kepala perhubungan dalam unit stasiun radio YBJ6 telah berhasil memberi andil dalam perjuangan mempertahankan  kemerdekaan  bangsa Indonesia  di hutan Sumatera Tengah, untuk menghargai jasanya  serta pengembangan kemampuannya, pada tahun 1950 ia di pindahkan ke kantor pusat PTT Bandung, di tempatkan di bagian Kepegawaian / A, setelah menempuh ujian masuk tertulis dan lisan ia mendapat kesempatan untuk mengikuti kursus pengawas PTT, setelah lulus tahun 1953 ia ditempatkan di kantor sentral telegraph Bandung, 10 tahun kemudian ia ditarik ke kantor pusat PTT menjadi kepala Cgrap II.
Adjas Baheram tidak hanya pandai menjabarkan kode morse radio, baik yg tertulis maupun yg terdengar menjadi berita untuk informasi dan komunikasi, tanganya juga pandai menulis anggun dan mengetik, kalau menerima signal radio mampu pula bertugas selaku sekretaris  dan redaktur.antar tahun 1965 dan 1966 ia menjadi sekretaris Direktur Operasi Telekomunikasi.
Sumber tulisan: disadur dari Tokoh tokoh sejarah perjuangan dan pembangunan pos dan Telekomunkasi di Indonesia,departemen Pariwisata,Pos dan Telekomunikasi Direktorat Jendral Pos dan Telekomunikasi, 1985.

27 Oktober 2011

RONGGENG TALAMAU YANG MEMUKAU



Pasa kajai bapaga tembok
Tarantak kawek tigo halai
Manangih kasau dengan atok
Mananga kabek ka diungkai

Berbicara soal kebudayaan tradisional, Kecamatan Talamau, Pasaman Barat, ternyata punya kesenian khas. Namanya ronggiang (ronggeng). Tapi maaf dulu, jangan pernah membayangkan ronggeng di Talamau itu, sama pula dengan ronggeng yang ada di Jawa.
Di Talamau, ronggeng mengapresiasi karya sastra yang luar biasa. Berbalas pantun yang tidak bisa dikonsep terlebih dahulu, menjadi ciri khasnya. Aktifitas ini, dilakukan oleh dua atau empat penari. Musik pengiringnya hanya dua gendang ditambah satu biola. Petikan pantun di atas, adalah satu karya sastra yang terapresiasi lewat ronggeng tersebut.
Sekali pagelaran, biasanya memakan waktu semalam suntuk, para penari mempertontonkan sedikitnya 44 topik lagu berbentuk pantun, yang diiringi dengan beragam tarian, sesuai dengan tema yang tengah dipantunkan.
Menurut Walinagari Kajai Mursal Syabirin dan Walinagari Talu Hj. Ernawati yang dihubungi secara terpisah, grup-grup ronggeng itu tersebar di semua kampung. Di Kajai dan Talau, jumlah mereka tidak kurang dari 30. Mereka siap melakukan pagelaran kapanpun dibutuhkan.
"Ronggeng itu digelar hingga menjelang subuh. Biasanya, digelar pada acara pesta perkawinan dan kegiatan kepemudaan. Setiap kampung di punya dua atau beberapa grup ronggeng. Bila tampil di kampung sendiri, mereka tidak perlu dibayar," terang Mursal.
Tapi, katanya, bila mereka diundang untuk tampil di kampung atau nagari lain, jelas ada tarif-tarif tertentu yang harus dibayar oleh pengundang. Harganya bervariasi, paling tinggi Rp600 ribu.
Adakah dampak kehadiran orgen tunggal terhadap ronggeng? Menurut Mursal tidak. Khusus untuk Nagari Kajai, pertunjukan orgen tidak dibenarkan malam hari. Itu sudah diatur dengan peraturan nagari. Tapi untuk ronggeng, pemerintah nagari mengizinkannya hingga pagi, sebab tidak pernah memicu terjadinya keributan. "Ronggeng itu menyiram jiwa, menambah pengetahuan dan menasehati penonton lewat pengalaman-pengalaman yang disampaikan dalam dendangan pantun," katanya.
Lantas, adakah beda antara ronggeng yang ada di Talu dengan Kajai? Menurut Hj. Ernawati, ada dua perbedaan yang mencolok dari kesenian khas dua nagari bertetangga itu. Bila ronggeng Kajai berkolaborasi debus, maka ronggeng Talu tidak, di sini murni menonjolkan pantun yang didendangkan dan gerak tarian. Bila ronggeng kajai, ada salah seorang penari dalam sekali penampilan yang berpakaian wanita, maka di ronggeng Talu yang tampil itu benar-benar wanita.
"Penari ronggeng itu kan laki-laki semua, tapi kalau di Talu, ada yang wanitanya. Jangan berpikiran negatif dulu, wanita yang ikut tampil itu adalah wanita yang sudah bersuami, bukan anak gadis. Dia tampil atas permintaan penonton karena yang bersangkutan dikenal lihai berpantun dan seizin suami yang ikut menonton," terang Ernawati, satu-satunya walinagari perempuan di Pasaman dan Pasaman Barat.
Kendati grup ronggeng Talu juga menampilkan debus, seperti yang dikolaborasi grup ronggeng Kajai, tapi atraksinya ditampilkan secara terpisah.
Sayangnya, kesenian kesenian khas Talamau yang sudah dikenal luas di Medan dan Malaysia itu, terutama lewat rekaman kaset dan vcd, belum mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat. "Ronggeng tumbuh alami di tengah masyarakat, pembinaan mendalam dari instansi pemerintah terkait, belum terasa benar," terang Ernawati.
Budaya masyarakat
Menurut salah seorang cadiak pandai, Dirmansyah, Kajai, Talu dan Sinuruik masih kental menganut adat Minangkabau. Salah satu aplikasi budaya itu terlihat pada upacara-upacara perkawinan. Talu memiliki budaya maminang (melamar) atau masyarakat setempat menyebutnya bakiangan.
Tradisinya berbeda dengan daerah lain di Provinsi Sumbar. Maminang dilakukan oleh pihak keluarga laki-laki, bukan wanita dengan menganut aliran Datuk Katamangungan. Maninang dengan mengunakan pinang baukia dalam bentuk cincin sebagai tanda. Cincin tersebut tidak mutlak harus emas, dan menunjukkan besar atau kecilnya alek (perhelatan) yang bakal dilakukan.
Tanda tersebut ada dua jenis, tanda bajujuang (diletakkan di atas kepala) dan bakapik atau badukuang (digendong). Bajujuang tersebut mempunyai sebutan ayam putiah tabang siang ko kukuaknyo badarai-darai. Menandakan, pesta perkawinannya bakal besar diadakan. Sedangkan, bakapik atau badukuang menandakan perhelatan itu kecil.
Pada setiap perhelatan selalu ada carano yang berisi pinang, sirih, gambia, tembakau, sadah. Dalam sistem pemerintah adat, pucuk pimpinan adat dipegang oleh Angku Basa. Angku Basa ini dibantu oleh Sandaran Rajo (tempat meminta pendapat), Majo Indah (menentukan salah atau betulnya pendapat tersebut), Bandaro (juru bicara angku basa), dan Majo Sudeo (kepala yang membidangi kebutuhan istana).
Ninik Mamak atau Andiko diberi hak otonom untuk menentukan daerah masing-masing, yang saat ini terdapat 25 orang. Artinya, otonomi daerah Talu telah sejak lama dilaksanakan, jauh sebelum diterapkan oleh pemerintah sekarang. Andiko itu dipilih oleh Mamak Tuo selaku penentu pantas atau tidaknya atau lebih dikenal dengan istilah soko balega, cahayo batimbang.
Ditambahkan, saat ini pembangunan Rumah Gadang di daerah Talu masih terkendala. Pembagunan telah menghabiskan dana sekitar 60 juta tersebut. Yang selesai baru pondasi bangunan, dan masih menunggu dana untuk penyelesaian meskipun belum jelas dari mana sumbernya.
Sementara itu, di daerah Sinuruik, Induak Nan Barampek, Amril Saindo Mangkuto menyebutkan, pucuk pimpinan adat adalah Tuanku Nan Sati. Lalu mempunyai bawahan yang bernama Induak Barampek yang terdiri dari Majo Sadio, Gapo Alam, Sinaro Nan Panjang, Saindo Mangkuto. Keempat bawahan tersebut bertugas selaku hakim adat, sedangkan hakim bidang agama Imam Kayo, Tamalin Rajo, Bilal Rajo dan Khatib Rajo.oJE Syawaldi CH/Musriadi Musanif
disalin dari :http://musriadi.multiply.com/journal/item/30

facebook

https://www.facebook.com/b.katiksulaiman